ASKEP | Asuhan Keperawatan Typoid Abdominalis
ASUHAN
KEPERAWATAN TYPHOID ABDOMEN
A. PENGERTIAN
Typhoid Abdominalis (demam typoid,
enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terjadi pada saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan saluran
pencernaa dan gangguan kesadaran.
Demam Tifoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan
pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 1 minggu
dan terdapat gangguan kesadaran. (Suriadi, 2001)
B.
ETIOLOGI
Salmonela Typosa : basil gram
negatif, berbulu getar, tidak berspora. Masa tunas 14-20 hari. Mempunyai 3
antigen yaitu:
a. Antigen
O : somatik, terdiri zat kompleks
lipopolisakarida.
b. AntigenH : flagella
c. Antigen
Vi: simpai kuman
C.
TANDA DAN GEJALA
1. Tanda
a. Demam
: Khas (pelana kuda): demam 3 minggu, sifat febris remitten dan suhu tidak
seberapa tinggi. Minggu 1 : suhu meningkat setiap hari, menurun pada
pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Minggu II : pasien terus berada dala keadaan demam. Minggu III : suhu tubuh berangsur turun
dan normal pada akhir minggu ketiga
b. Gangguan
saluran pencernaan : mulut : nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah, lidah tertutup sela[ut putih kotor (Coated
Tongue ), ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor, anoreksia, mual
dan perasaan tidak enak di perut. Abdomen kembung ( meteorismus), hepato megali dan splenomegali di sertai nyeri tekan
perabaan. Biasa disertai konstipasi, kadang normal, dapat terjadi diare.
c. Gangguan
kesadaran : kesadaran menurun yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi
sopor, koma , atau gelisah .
d. Nyeri
otot dan kepala
e. Bintik
merah pada kulit (roseola) akibaemboli basil dalam kapiler kulit.
f. Epistaksis
2. Gejala
Prrodomal : tidak enak badan, lesu,
nyeri kepala, pusing, tidak bersemangat.
D.
PATOFISIOLOGI
Bakteri
Salmonella typhosa masuk melalui makanan / minuman, setelah melewati lambung
kuman mencapai usus halus (ileum) dan setelah menembus dinding usus sehingga
mencapai folikel limfoid usus halus (plaque Peyeri). Kuman ikut aliran limfe
mesenterial ke dalam sirkulasi darah (bakteremia primer). Mencapai jaringan RES
(hepar, lien, sumsum tulang, untuk bermultiplikasi). Setelah mengalami bacteria
sekunder, kuman mencapai sirkulasi darah
untuk menyerang organ lain (intra dan ekstra intestinal). Masa inkubasi
10-14 hari. (IDAI, 2004)
Salmonella typhosa masuk melalui makanan atau
minuman yang tercemar menuju tempat
infeksi ileosekal (usus halus) dan terjadi inflamasi minimal. Kuman masuk
pembuluh darah dan terjadi septicemia primer, kemudian masuk ke sistem
retikuloendotelial untuk berkembang biak (inflamasi local) pada kelenjar getah
bening, hati dan limpa. Kuman kembali ke pembuluh darah (septicemia sekunder)
menuju tempat infeksi utama ileosekal. (Tri Atmadja, 2001)
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan
dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk usus halus,
ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian
kuman masuk ke peredaran darah (bakteremia primer) dan mencapai sel
retikuloendotelial, hati, limpa dan organ-organ lainnya. Proses ini terjadi
dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikuloendotelial melepaskan
kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakteremia untuk kedua kalinya.
Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh terutama limpa, usus
dan kandung empedu. Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks peyer.
Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu ke dua terjadi nekrosis
dan pada minggu ke tiga terjadi ulserasi plaks peyer. Pada minggu ke empat
terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat
menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain hepar,
kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh
endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan
pada usus halus. (Suriadi, 2001)
Pathway
Salmonella typhosa
Saluran pencernaan
Diserap usus halus Konstipasi
Bakteri
memasuk aliran darah sistemik Motilitas usus ↓ Defisit self care
Kelenjar
limfoid usus halus Hati
dan limpa Endotoksin Bed rest
Tukak
Hepatosplenomegali Hipertermi
Mual,
muntah
Hospitalisasi
PK
: Perdarahan
dan perforasi Intake
tak adekuat Takut
Rsk deficit
volume cairan Rsk keb nutrisi
kurang
E. KOMPLIKASI
Dapat terjadi :
1.
Pada usus halus
a.
Perdarahan usus : di ketahui dengan pemeriksaan tinja dengan benzidin.
Dapat terjadi melena, di sertai nyeri perut dengan tanda renjatan.
b.
Perforasi usus : biasa terjadi pada minggu III bagian distal illeum.
Perforasi yang tidak disertai peritonitis terjadi bila ada udara di rongga
peritonium dengan tanda pekak hati menghilang, terdapat udara dihati dan
diafragma pada foto RO abdomen posisi tegak.
c.
Peritonitis : gejala akut abdomen yang ditemui nyeri perut hebat,dinding
abdomen tegang (defence muskulair),dan
nyeri tekan.
2.
Luar usus halus
Terdapat lokasi peradangan akibat sebsis (bakterinema) seperti
meningitis,kolesistitis,ensefalopati,dll. Infeksi sekunder : bronkopneumonia.
Masukkan nutrisi kurang :dehidrasi dan asidosis,dan perspirasi:suhu tubuh
tinggi.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium:
a.
Pemeriksaan darah tepi :terdapat gambaran leukopenia,limpositosis relatif
dan eosinifilia pada awal penyakit,anemia,trombositopenia ringan dan
pemeriksaan SGOT serta SGPT pada keadaan demam thypoid biasanya
meningkat dan kembali normal setelah sembuh.
b.
Pemeriksaan sum-sum tulang: gambaran sum-sum tulang berupa hiperaktif RES
dengan adanya sel makrofag dan sistem eritropoesis,granulopoesis dan
trombopoesis berkurang.
c.
Biakkan atau kultur empedu: basil salmonella typosa ditemukan pada darah
(mgg I),feses dan urine. Hasil (+) untuk menegakkan diagnosa hasil(-)
menentukan penderita sembuh dan tidak menjadi karier.
d.
Pemeriksaan widal
·
Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi antara serum pasien (antibody)
dengan suspensi antigen salmonella typosa. Hasil(+) bila terjadi reaksi
aglutinasi.
·
Cara dengan mengencerkan serum,maka kadar zat anti dapat
ditentukan,dengan pengenceran tertinggi yang masih dapat menimbulkan reaksi
aglutinasi.
·
Untuk mendiagnosa diperlukan titer zat anti terhadap antigen O yang
bernilai 1/200 lebih atau mrenunjukkan kenaikkan proresif,sedangkan titer zar
anti terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna karena titer
H akan tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi,mencapai puncaknya bersamaan
dengan penyembuhan pasien.
·
Pemeriksaan widal tidak selalu(+) walau pasien menderita typhoid
abdominalis(-semu). Sebaliknya titer dapat (+semu) karena keadaan sbb:
o
Titer O dan H tinggi karena gterdapat aglutinin normal karena infeksi
basil coli patogen pada usus.
o
Neunatus : zat anti diperoleh dari ibu lewat tali pusat.
o
Terdapat infeksi silang dengan Rikettsia(wellfelix).
o
Imunisasi alamiah karena masuknya basil per oral pada keadaan infeksi
subklinis.
G. DIAGNOSA
1.
Hipertermi b.d respon sistemik
dari inflamasi gastrointestinal.
2.
Aktual/ resiko tinggi ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d kurangnya asupan makanan yang adekuat.
3.
Nyeri b.d iritasi saluran GI
4.
Resiko kerusakan integritas jaringan b.d penekanan setempat, tirah baring
lama, kelemahan fisik umum.
5.
Kecemasan b.d prognosis penyakit, misinterpretasi informasi .
6.
Pemenuhan informasi b.d ketidak adekuatan informasi penatalaksanaan
perawatan dan pengobatan , rencana perawatan rumah.
F. RENCANA KEPERAWATAN
1.
Hipertermi b.d respons inflamasi sistemik.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam terjadi penurunan suhu
tubuh.
Kriteria Hasil
:- pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
-Pasien mampu termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah di berikan.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Evaluasi TTV pada setiap pergantian sif atau tiap ada keluhan dari
pasien.
|
Sebagian pengawasan terhadap adanya perubahan keadaan umum pasien
sehingga dapat dilakukan penanganan dan perawatan secara cepat dan tepat.
|
Kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurunkan suhu tubuh
|
Sebagai data dasar untuk memberikan intervensi selanjutnya.
|
Lakukan tirah baring total
|
Penurunanaktivitas akan menurunkan laju metabolisme yang tinggi pada
fase akut, dengan demikian membantu menurunkan suhu tubuh.
|
Atur lingkungan yang kondusif
|
Kondisi ruang kamar yang tidak panas, tidak bising dan sedikit
pengunjung memberikan efektivitas terhadap proses penyembuhan.
|
Beri kompres dengan air dingin (air biasa )pada daerah aksila,lipat
paha, dan temporal bila terjadi panas.
|
Secara konduksi dan konveksi panas tubuh akan berpindah dari tubuh ke
material tang dingin.
|
Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat
seperti katun.
|
Pengeluaran suhu tubuh dengan cara evaporasi berkisar 22% dari pengeluaran suhu tubuh
|
Anjurkan keluarga untuk melakukan masase pada ekstremitas
|
Masase dilakukan untuk meningkatkan aliran darah ke perifer dan terjadi
vasodilatasi perifer yang akan meningkatkan evek evaporasi.
|
Kolaborasi dengan dokter dalam pem berian obat antipiretik.
|
2.
Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidak
adekuatan intake nutrisi sekunder dari nyeri, ketidak nyamanan lambung
intestinal.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam pasien
akan mempertahankan kebutuhan
Nutrisi yang adekuat.
Kriteria
Hasil : - membuat pilihan diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi dalam
Situasi individu.
-
Menunjukan peningkatan BB.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji pengetahuan pasien tentang asupan nutrisi.
|
Tingkat pengetahuan di pengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi pasien.
Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat lebih terarah
dalam memberikan pendidikan pasien secara efisien dan efektif.
|
Berikan nutrisi oral secepatnya setelah rehidrasi dilakukan.
|
Pemberian sejak awal setelah intervensi rehidrasi dilakukan dengan
memberikan makanan lunak yang menggandung kompleks karbohidrat seperti nasi
lembek,roti, kentang dan sedikit
daging khususnya ayam (levine,2009). Pemberian bubur saring, kemudian bubur
kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat toleransi dimasa lalu dengan
tujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus,
karena usus harus di istirahatkan.
|
Monitor perkembangan berat badan
|
Penimbangan BB dilakukan sebagai evaluasi terhadap intervensi yang
diberiakan.
|
3.
Nyeri b.d iritasi GI, adanya mules dan muntah.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam nyeri
berkurang/ hilang/ teradaptasi.
Kriteria
Hasil : - secara subyektif melaporkan
nyeri berkurang atau dapat
Diadaptasi.
-
Skala nyeri 0-1 (0-4) dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan
atau menurunkan nyeri.
-
Pasien merasa rileks.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Jelaskan
dan bantu pasien dengan tindakan
pereda nyeri nonfarmakologi dan
noninvasif.
|
Pendekatan
dengan cara relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukan keefektifan
dalam mengurangi nyeri.
|
Lakukan
manajemen nyeri keperawatan.
a.
Istirahatkan
pasien pada saat nyeri muncul.
b.
Ajarkan
tekhnik relaksasi pernafasan dalam pada saat nyeri muncul.
c.
Ajarkan
tekhnik distraksi saat nyeri.
d.
Menejemen
lingkungan: lingkungan tenang,batasi pengunung dan istirahatkan pasien.
|
a.
Istirahat
secara fisiologi akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
b.
Meningkatkan
asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sejunder vdari iskemia spina.
c.
Distraksi
(pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal.
d.
Lingkungan
tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung
akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang bila
banyak pengunjung yang berada diruangan. Istirahat dapat menurunkan kebutuhan
oksigen jaringan kapiler.
|
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri dan menghubungkan
beberapa lama nyeri akan berlangsung.
|
Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat
membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapiutik.
|
4.
Resuko kerusakan integritas jaringan b.d penekanan setempat, tirah baring
lama, kelemahan fisik umum.
Tujuan : dalam waktu 5 x 24 jam
resiko dikubitus tidak terjadi
Kriteris Hasil
: - pasien terlihat mampu
melakukan pencegahan
Dikubitus.
-
Area yang beresiko tinggi penekanan setempat tidak tidak hiperemi atau
tidak ada gejala dikubitus.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang cara dan teknik peningkatan
kondisi mobilisasi.
|
Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi pasien.
Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat lebih terarah
dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan pasien secara
efisien dan efektif.
|
Lakukan mobilitasi miring kanan-kiri tiap 2 jam.
|
Mencegah penekanan setempat yang
berlanjut pada nekrosis jaringan lunak.
|
Jaga kebersihan dan ganti sprei apabila kotor atau basah.
|
Mencegah stimulus kerusakan pada area bokong yang beresiko terjadi
dikubitus.
|
Bantu pasien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai toleransi.
|
Untuk memelihara flekibilitas sendi sesuai kemampuan dan meninggalkan
aliran darah ke ektrimitas.
|
Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan
pada swaktu mengubah posisi.
|
Menghindari kerusakan kerusakan
kapiler-kapiler.
|
Observasi terhadap eritemia dan kepucatan, serta palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
|
Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi resiko
tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi bedrest total dan
imobilisasi. Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
|
5.
Kecemasan b.d prognosis penyakit, misinterpretasi informasi.
Tujuan : secara subyektif
melaporkan rasa cemas berkurang.
Kriteria Hasil
: - pasien mempu mengungkapkan
perasaanya pada perawat
-
Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan memecahkan masalahnya dengan
perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
-
Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ ketakutan dibawah standart.
-
Pasien dapat rileka dan tidur/ istirahat dengan baik.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Monitor respon fisik, seperti kelemahan , perubahan tanda vital ,
gerakan yang berulang-ulang, catat kesesuaian respon verbal dan nonverbal
selama komunikasi
|
Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi,
khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.
|
Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekpresikan
rasa takutnya.
|
Kesempatan diberikan pada pasien untuk mengekspresikan rasa takut dan
kekawatiran tentang adanya perasaan malu akibat kurang kontrol terhadap
eliminasi usus ketakutan akan rasa malu ini serinng menjadi masalah utama.
|
Catat reaksi dari pasien/ keluarga. Berikan kesempatan untuk
mendiskusikan perasaannya/ konsentrasinya, dan harapan masa depan.
|
Anggota keluarga dengan responsnya pada apa yang terjadi dan
kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien.
|
Anjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan individu,
seperti ; nonton TV
|
Meningkatkan distraksi dan pikiran pasien dengan kondisi sakit.
|
6.
Pemenuhan informasi b.d ketidakadekuatan informasi penatalaksanaan
perawatan dan pengobatan, rencana perawatan rumah.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam
pasien mampu melakukan apa yang telah diinformasikan
Kriteria
Hasil : - pasien mampu
mengulang kembali informasi penting yang di berikan.
-
Pasien terlihat termotivasi terhadap informasi yang di jelaskan.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji kemampuan klien untuk
mengikuti pembelajaran tingkat kecemasan, kelelahan umum, pengetahuan pesien
sebelumnya, suasana yang tepat.
|
Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik,
emosional, dan lingkungan yang kondusif.
|
Jelaskan pola hidup sehat
|
Pasien diberitahu tentang cara penyediaan makanan sehat, mengelola
makanan sesuai cara sehat, menggunakan air bersih yang sehat , dan
menghindari mengkonsumsi makanan yang tidak terjamin kebersihannya. Cata
higienis meliputi cuci tangan sebelum maka dan kalau perlu menggunakan
sensok, kuku selalu pendek dan bersih, serta mencuci tangan dengan sabun pada
waktu cebok setelah BAB.
|
F. EVALUASI
Hasil yang diharapkan setelah
dilakukan intervensi keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Terjadi penurunan suhu tubuh
2. Asupan nutrisi adekuat
3. Penurunan tingkat nyeri atai nyeri teradaptasi.
4. Tidak terjadi kerusakan integritas jaringan
dekubitus.
5. Penurunan tingkat kecemasan.
6. Terpenuhinya informasi kesehatan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan
medikal bedah dengan judul: ”ASKEP TYPHOID ABDOMINALIS”
Adapun
tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu sebagai tugas dari Dosen Marwan dan kami bisa
mengenal dan memahami tentang maksud, makna dan mengetahui tindakan apa saja
yang diperlukan dalam melakukan pertolongan pada pasien.
Kami
berusaha untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya, namun
demikian kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin. Kumala Sari.2011. Gangguan Gastriintestinal. Jakarta.
Salemba Medika.
Deden Dermawan. Tutik Rahayuningsih. 2010. Keperawatan Medikal Bedah(sistim pencernaan).
Yogyakarta. Gosyen Publishing.