askep diare
ASUHAN
KEPERAWATAN DIARE
A. Pengertian
Diare adalah defikasi encer lebih dari 3 kali sehari, dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja yang diakibatkan oleh infeksi, alergi tidak toleran terhadap makanan tertentu atau mencerna toksin sehingga menyebabkan hiperperistaltik yang mrngakibatkan resorbsi air dalam usus besar terganggu dan akhirnya menyebabkan resorbsi air dalam usus besar terganggu dan akhirnya menyebabkan frekuensi buang air besar melebihi normal. (Wijayaningsih, K S. 2013)
Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. WHO pada tahun 1984 mendefinisikan diare sebagai bercak cair 3 kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam). Para ibu mungkin mempunyai istilah tersendiri seperti lembek, cair, berdarah, berlendir, atau dengan muntah (muntaber). Diare akut (< 2 minggu), diare kronik (> 2 minggu). (Widoyono. 2005)
B. Klasifikasi Diare
Klasifikasi diare berdasarkan lama
waktu diare terdiri dari diare akut, diare persisten dan diare kronis
a.
Diare Akut
Diare akut adalah
diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari 14 hari, dengan
pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan
darah
b.
Diare Persisten
Diare persisten
adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare akut
atau peralihan antara diare akut dan kronik.
c.
Diare kronis
Diare kronis adalah
diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti
penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama
diare kronik lebih dari 30 hari.
C. Etiologi
a.
Infeksi (virus, bakteri dan parasit)
-
Virus : Rotavirus (40-60%), Adenovirus
-
Bakteri : Escherichia coli (20-30%), Shingella
sp. (1-2%), Vibrio cholera, dan lain-lain.
-
Parasit : Entamoeba histolytica (< 1%),
Giardia lamblia, Cryptosporidium (4-11%).
b.
Non Infeksi
1.
Alergi : makanan, susu sapi
2.
Malabsorbsi : karbohidrat, lemak,dan protein
3.
Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan
4.
Emosional atau stress
5.
Obat-obatan : antibiotik, laksatif, quinidine,
kolinergik, sorbitol.
6.
Keracunan makanan
7.
Imunodefisiensi: AIDS
Menurut Wijayaningsih, K S. (2013) penyebab diare akut dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu :
1.
Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a)
Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti
shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings,
stapylococus aureus,
b)
hiperperistaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan
kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam),
gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
c)
Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin
A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur
terutama canalida.
2.
Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
a)
malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein,
vitamin dan mineral.
b)
Kurang kalori protein.
c)
Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
D. Tanda dan Gejala
-
Sering BAB dengan konsistensi tinja cair/encer
-
Dehidrasi , turgor kulit lambat (elastisitas
kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering.
-
Demam,
-
Mual dan muntah
-
Anorexia
-
Lemah
-
Pucat
-
Apatis
bahkan gelisah
-
Gangguan
gizi
-
Nyeri
perut
-
Haus
-
Frekuensi nafas cepat
-
Tekanan darah menurun
-
Nadi
cepat
Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan:
1. Dehidrasi
(kekurangan cairan)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih
banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada
diare.
Derajat Dehidrasi:
a)
Tanpa Dehidrasi
§
sadar
§
mata normal (tidak cekung)
§
Mukosa bibir basah
§
Minum biasa, tidak haus
§
Cubitan perut kembali dengan cepat (< 3
detik)
b)
Dehidrasi ringan atau sedang
§ Gelisah,
mudah marah, rewel
§ Mata
sedikit cekung
§ mukosa
bibir kering
§ Haus,
banyak minum
§
Cubitan perut kembali lambat (> 3 detik)
c)
Dehidrasi berat
Terdapat dua
atau lebih dari tanda-tanda berikut ini
§ Lesu,
lunglai, tidak sadar apatis
§
Mata sangat cekung
§ Mukosa
bibir sangat kering
§ Tidak
bisa minum atau malas minum
§
Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat.
(> 3 detik)
2.
Gangguan sirkulasi
Pada diare akut,
kehilangan cairan kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu singkat. Bila
kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat mengalami syok
atau presyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah (hipovolemia). Sebagai
akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi
klien akan meninggal.
3.
Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis)
Hal ini terjadi
karena kehilangan cairan elektrolit (bicarbonate) dari dalam tubuh (bersama
tinja). Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam
tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan.
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan
oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari
cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler. Sebagai kompensasinya tubuh
akan bernafas cepat untuk membantu meningkatkan pH arteri.
4.
Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
Hipoglikemia
terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang
sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi
glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun
hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak. Hipoglikemi dapat mengakibatkan
koma. Penyebab yang pasti belum diketahui, kemungkinan karena cairan
ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler
sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma.
5.
Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan
dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
a)
Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut
diare atau muntah yang bertambah hebat. Hal ini bertambah berat jika sebelumnya
penderita sudah mengalami kekurangan gizi.
b)
Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan
diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
E.
Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah :
1)
Pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan
atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2)
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada
dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga
usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3)
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya
hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan
diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya
mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam
lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Pathway:
F.
Pengobatan
Pengobatan diare berdasarka derajat dehidrasinya
1) Tanpa dehidrasi, dengan terapi A
Pada keadaan
ini buang air besar menjadi 3-4 kali sehari atau atau disebut mulai mencret.
Anak yang mengalami kondisi ini masih lincah dan masih mau makan dan minum
seperti biasa. Pengobatan boleh dilakukan di rumah oleh ibu atau anggota keluarga lainnya dengan memberikan
makanan dan minuman yang ada dirumah seperti air kelapa, larutan gula garam
(LGG), air tajin, air teh, maupun oralit.
Ada tiga
cara pemberian cairan yan dapat dilakukan di rumah:
a.
memberikan anak
lebih banyak cairan
b.
memberikan makan
terus menerus
c.
membawa ke petugas
kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari.
2) Dehidrasi ringan atau sedang, dengan terapi B
Diare dengan
dehidrasi ringan ditandai dengan hilangnya cairan sampai 5% dari berat badan,
sedangkan pada diare sedang terjadi kehilangan cairan 6-10% dari berat badan.
Untuk mengobati penyakit diare pada derajat dehidrasi ringan atau sedang
digunakan terapi B, yaitu sebagai berikut:
Pada tiga jam
pertama jumlah orali yang digunakan:
Umur
|
< 1 tahun
|
1-4 tahun
|
> 5 tahun
|
Jumlah oralit
|
300 mL
|
600 mL
|
1200mL
|
Setelah itu tambahkan setiap kali
mencret
Umur
|
< 1 tahun
|
1-4 tahun
|
> 5 tahun
|
Jumlah oralit
|
100 mL
|
200 mL
|
400mL
|
3) Dehidrasi berat, dengan terapi C
Diare dengan
dehidrasi berat ditandai dengan mencret terus menerus, biasanya lebih dari 10
kali disertai muntah, kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan. Diare ini
diatasi dengan terapi C, yaitu perawatan di puskesma atau di rumah sakit untuk
di infuse RL.
4) Teruskan pemberian makan
Pemberian
makan seperti semula diberikan sedini mungkin dan disesuaikan dengan kebutuhan.
Makanan tambahan diperlukan pada masa penyembuhan. Untuk bayi, ASI tetap
diberikan bila sebelumnya tidak mendapatkan ASI dapat diteruskan dengan
memberikan susu formula.
5) Antibiotik bila perlu
Sebagian besar penyebab diare adalah Rotavirus yang
tidak memerlukan antibiotic dalam penatalaksanaan kasus diare karena tidak
bermanfaat dan efek sampingnya bahkan merugikan penderita.
G. Konsep Dasar
Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Identitas klien
b.
Riwayat keperawatan.
-
Awalan serangan : Suhu tubuh
meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
-
Keluhan utama : Faeces semakin cair, muntah,
bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan
menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang,
selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan
konsistensi encer.
c.
Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita,
riwayat pemberian imunisasi.
d.
Riwayat psikososial keluarga.
Hospitalisasi akan menjadi stressor
bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua
tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit
anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
e.
Kebutuhan dasar.
1)
Pola eliminasi
Akan mengalami perubahan yaitu BAB
lebih dari 4 kali sehari. BAK sedikit atau jarang warna gelap atau pekat, oliguri
(kekurangan cairan berat)
2)
Pola nutrisi
Diawali dengan mual, muntah,
anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien, serta haus.
3)
Pola tidur dan istirahat
Terganggu karena adanya distensi
abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
4)
Pola hygiene
Personal hygiene mengalami gangguan
karena seringnya mencret dan kurangnya menjaga personal hygiene sehingga
terjadi gangguan integritas kulit. Hal ini disebabkan karena faeces yang
mengandung alkali dan berisi enzim dimana memudahkan terjadi iritasi ditandai
dengan kulit berwarna kemerahan, lecet disekitar anus.
5)
Aktivitas
Akan terganggu karena kondisi tubuh
yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.
2.
Pemerikasaan fisik
a.
Survei umun dan tingkat kesadaran
Keadaan umum tampak lemah, kesadaran
composmentis sampai koma sebagai respon dari hipovolemik
b.
Tanda-tanda vital
Perubahan tanda-tanda vital seperti suhu
tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat, tekanan darah turun.
c.
B1 (Breathing) system pernapasan
System pernapasan akan mengalami
perubahan apabila terjadi perubahan akut terhadap kondisi elektrolit. Bila
terjadi asidosis metabolic pasien akan tampak pucat dan pernapasan cepat dan
dalam.
d.
B2 (Blood) Sistem kardiovaskular dan hematologi
Respon akut akibat kehilangan cairan
tubuh akan mempengaruhi volume darah. Akibat turunnya volume darah, maka curah
jantung pun menurun sehingga tekanan darah menurun, denyut nadi cepat dan
lemah, serta pasien mempunyai resiko timbulnya tanda dan gejala syok.
e.
B3 (Brain) Kepala, neurosensori, dan fungsi system
syaraf pusat
Pada pasien dengan dehidrasi berat
akan menyebabkan penurunan perfusi serebral dengan manifestasi sakit kepala,
perasaan lesu, gangguan mental, serta halusinasi dan delirium.
f.
B4 (Bladder) system genitourinarius
Pada kondisi dehidrasi berat akan
didapatkan penurunan urine output. Semakin berat kondisi dehidrasi, maka akan
didapatkan kondisi oliguria sampai anuria dan pasien mempunyai resiko untuk
mengalami gagal ginjal akut.
g.
B5 (Bowel) system gastrointestinal
Pemeriksaan system gastrointestinal
yang didapatkan berhubungan dengan berbagai factor, seperti penyebab, kondisi
hidrasi, dan tingkat toleransi individu (usia, malnutrisi, penyakit kronis, dan
penurunan imunitas). Secara lazim pada pemeriksaan gartrointestinal akan
didapatkan :
-
Inspeksi: pada pasien dehidrasi berat akan
terlihat lemas, sering BAB; pada anak denga diare akut mungkin didapatkan
kembung, distensi abdomen.
-
Auskultasi: didapatkan peningkatan bising usus
lebih dari 25x/menit yang berhubungan
dengan peningkatan motilitas usus dari peradangan pada saluran
gastrointestinal.
-
Palpasi: apakah didapatkan supel (elastisitas
dinding abdomen optimal) dan apakah didapatkan adanya nyeri tekan (tenderness)
pada area abdomen.
-
Perkusi: didapatka suara timpani abdomen yang
mengalami kembung.
Pemeriksaan anus dan sekitarnya lecet karena seringnya BAB dan feses
menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
Pada pemeriksaan feses didapatkan feses:
-
Konsistensi cair, dan kadang bercampur lendir
-
Feses berwarna menjadi gelap dan menjadi
kehijau-hijauan berhubngan dengan kondisi malabsorpsi.
h.
B6 (Bone) Sistem Muskuloskeletal dan integument
Respon dehidrasi dan penurunan volume
cairan tubuh akut akan menyebabkan kelemahan fisik umum. Pada kondisi diare
kronis dengan deplesi nutrisi dan elektrolit akan didapatkan kram otot
ekstremitas.
Integumen:
Pada kondisi lanjut akan didapatkan
tanda dan gejala dehidrasi, meliputi:
-
Turgor kulit menurun (dicubit kembali > 3
detik)
-
Pada bayi dan balita ubun ubun cekung
-
Mata cekung membrane mukosa kering dan disertai
penurunan berat badan akut
-
Keringat dingin
H. Pemeriksaan
Penunjang
1.
Feses :
Diperiksa dalam
hal volume, warna dan konsistensinya serta diteliti adanya mukus darah dan
leukosit.Pada umumnya leukosit tidak dapat ditemukan jika diare berhubungan
dnegan penyakit usus halus. Tetapi ditemukan pada penderita Salmonella, E.
Coli, Enterovirus dan Shigelosis. Terdapatnya mukus yang berlebihan dalam tinja
menunjukkan kemungkinan adanya keradangan kolon. PH tinja yang rendah
menunjukkan adanya malabsorbsi HA, jika kadar glukosa tinja rendah / PH kurang
dari 5,5 maka penyebab diare bersifat tidak menular.
2.
Pemeriksaan Darah
Peningkatan LED
(pada penyakit Chron dan kolitis). Anemia terjadi pada penyakit malabsorbsi.Di
jumpai pula hipokalsemia dan avitaminosis D, peningkatan serum albumin,
fosfatase alkali dan masa protrombin pada klien dengan malabsorbsi.Penuruna
jumlah serum albumin pada klien penyakit chron.
3.
Pemeriksaan analisis gas darah, elektrolit, ureum, BUN
(Blood Ureum Nitrogen), kreatinin dan berat jenis plasma/ Bj urin.
a)
Penurunan PH darah disebabkan karena terjadi penurunan
bikarbonas sehingga frekuensi nafas agak cepat.
b) Elektrolit
terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan fosfor.
c) Radiologis
-
Barrium Foloow through à
penyakit chron.
-
Barrium enema àskip
lession, spasme pada sindroma kolon iritable.
d)
Kolonoskopi
Pemeriksaan ini di anjurkan pada pasien yang menderita
peradangan kolon.
I. DIAGNOSA
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan
output yang berlebihan
2. Resiko gangguan integritas kulit pada anus
karena BAB bersifat asam
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan menurunnya intake (pemasukan) dan menurunnya absorbsi
makanan dan cairan
4. Resiko
peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare
J.
INTERVENSI
- Dx 1: Kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan
Tujuan :
Kebutuhan volume cairan adekuat.
Kriteria hasil : Individu akan:
a)
Meningkatkan masukan cairan minimal 2000 ml (kecuali
bila merupakan kontraindikasi).
b)
Menceritakan perlunya untuk meningkatkan masukan cairan
selama stress atau panas.
c)
Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal
d)
Memperhatikan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi.
Intervensi :
- Beri salam terapeutik
R : membina hubungan saling percaya pada klien dan
keluarga
- Jelaskan pada orangtua tentang masalah anak
R : Dengan memberi penjelasan kepada
orang tua maka orang tua paham dengan sakit yang diderita anaknya
- Observasi pemberian cairan infus
R : mengetahui kebutuhan cairan yang
masuk dalam tubuh
- Beri cairan peroral sesuai dengan kebutuhan tubuh
R : memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh yang
hilang melalui feses
- Timwork dalam pemberian terapi
R : mengobati patogen khusus yang menyebabkan
diare
- Observasi TTV
R : Mengetahui perkembangan kondisi klien
- Dx 2: Resiko gangguan integritas kulit pada anus karena BAB bersifat asam
Tujuan
: setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas
kulit tidak terganggu
Kriteria hasil:
a) Tidak ada
tanda-tanda iritasi pada sekitar Perianal.
b)
Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal
dengan baik dan benar
Intervensi :
1. Kaji kerusakan kulit / iritasi anus setiap
BAB
R :
mengetahui terjadinya iritasi pada anus
2. Gunakan kapas lembab dan sabun bayi
untuk membersihkan anus setiap BAB
R :
menghindari iritasi pada anus klien
3. Hindari pakaian dan pengalas tempat
tidur yang lembab
R :
melindungi kulit klien dari iritasi
4. Ganti popok / kain apabila lembab / basah
R : menjaga agar
kulit tetap bersih dan kering
- Dx 3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya intake (pemasukan) dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
a) Nafsu
makan meningkat
b) BB
meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
- Timbang berat badan anak setiap hari
R : Mengetahui BB pada status gizi
anak
- Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran)
R : mengetahui keseimbangan intake dan output
- Hindari minuman buah-buahan
R : mencegah usus lebih banyak menyerap serat
- Pemberian ASI tetap diteruskan
R : memenuhi kebutuhan ASI pada anak
4.
Dx 4: Resiko
peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari
diare
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak
terjadi peningkatan suhu tubuh.
Kriteria hasil :
a)
Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
b)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor,
tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1. Monitor
suhu tubuh setiap 2 jam
Rasional : Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal
fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2. Berikan
kompres hangat
Rasional : merangsang pusat pengatur panas untuk
menurunkan produksi panas tubuh
3. Kolaborasi
pemberian antipirektik
Rasional : Merangsang pusat pengatur panas di otak
DAFTAR PUSTAKA
Carpenitto.LJ.
2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6.
EGC. Jakarta.
Marilynn E.
Doenges, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Muttaqin, A dan Sari, K. 2013. Gangguan
Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba
Medika
Widoyono,
MPH. 2005. ”Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya”.
Jakarta: Erlangga
Wijayaningsih, K
S. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media