ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EFUSI PLEURA
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA
KLIEN DENGAN EFUSI PLEURA
A. DEFINISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan
dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura
parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan
eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
Efusi pleura adalah keadaan
dimana terdapat penumpukan cairan di rongga pleura selain cairan dapat juga
terjadi penumpukan pus atau darah. (soeparman, 1996 : 789)
Efusi pleura adadalah terkumpulnya caran abnormal
dalam kavum pleura. ( Arif Mansjoer, 1999 : 484)
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di
dalam ruang plaura yang terjadi karena proses penyakit dan dapat terjadi karena
penyakit sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih yang
merupakan transudat, dan berupa pus atau darah. ( Boughman, 2000)
- ANATOMI FISIOLOGI
Pleura
adalah membrane tipis yang membungkus
paru. Lapisan terluar membrane paru menempel pada dinding thoraks.
Lapisan dalam pleura menempel ke paru. Pada saat ekspansirongga thorak terjadi
selama inspirasi, lapisan terluar mengembang, daya ini disalurkan ke pleura
lapisan dalam, yang akan mengembangkan paru. Diantara lapisan dalam dan luar
terdapat ruang / rongga pleura. Ruang ini terisi cairan yang mengelilingi dam
membasahi paru. Mekanisme ini membantu paru tetap dapat mengembang ( cowrin,
2009)
Dalam
keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura, karena
biasanya hanya terdapat 10 – 20 cc cairan yang selalu bergerak secara teratur.
setiap saat jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup
untuk memisahkan kedua pleura, jika terjadi maka kelebihan cairan tersebut akan
dipompa keluar melalui pumbuluh limfatik dari rongga pleura ke mediastinum.
Permukaan superior diafragma dan permukaan lateral pleura pariatakis memerlukan
adanya keseimbangan antara produksi cairan pleura oleh pleura parietalis dan absorbs
oleh pleura viceralis. Oleh karena itu rongga pleura disebut sebagai ruang
potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit, sehingga bukan merupakan
ruang fisik yang jelas. (guyton dan hall, 1997)
C.
ETIOLOGI
1.
Hambatan
reasorbsi cairan dari rongga pleura karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi koedis, penyakit ginjal, tomor mediatum, sindroma meig ( tumor
ovarium dan sindroma vena kava superior)
2.
Pembentukan
cairan yang berlebihan, Karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus)
bronkiaktasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena
tumor dimana masuk cairan berdarah dank arena trauma.
Kelebihan cairan rongga pleura
dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik,
kardiovaskuler,dan infeksi. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat
mekanisme dasar :
-
Peningkatan
tekanan kapiler subpleural atau limfatik.
-
Penurunan
tekanan osmotic koloid darah
-
Peningkatan
tekanan negative intrapleural
-
Adanya
inflamasi atau neoplastik pleura.
D.
TANDA
DAN GEJALA
1.
Adanya
timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan
cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak penderita akan sesak nafas.
2.
Adanya
gejala gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis ( pneumonia), panas tinggi ( kokus), banyak keringat, tuberculosis,
batuk, banyak dahak.
3.
Deviaci
tracea menjauhi tempat sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
4.
Pemeriksaan
fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernafasan,
fremitus melemah ( raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam
keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung ( garis damoiseu)
5.
Didapati
segitiga garland yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garisellis damoiseu). Segitiga Grocco ruchfusz yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki.
6.
Pada
permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
E.
PATOFISIOLOGI
P atofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung
pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan
normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai fitrasi melalui pembulu
darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan
jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk
kedalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembulu limfe
sekitar pleura.
Pada umumnya, efusi
karena penyakit plera hampir mirip plasma (eksudat), sedangkan yang timbul pada
pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi yang berhubungan
dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan premeabilitas pleura parietalis
sekunder (akibat sampingan) terhadap peradagan atau adanya neoplasma.
Pasien dengan pleura normal pun
dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi payah atau gagal jantung kongestif.
Saat jantung tidak dapat memompa darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh maka
akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya
timbul hipertensi kapiler sistemik dan cairan yang berada dalam pembulu darah
pada area tersebut menjadi bocor dan masuk ke dalam pleura, ditambah dengan
adanya penurunan reabsorbsi cairan tadi oleh kelenjar limfe di pleura
mengakibatkan pengumpulan cairan yang abnormal atau berlebihan. Hipoabluminemia
(misal pada pasien nefrotik sindrom, malabsorbsi atau keaadan lain dengan
asites dan edema anasarka) akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
pembentukan cairan pleura dan reabsorbsi
yang berkurang. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan pada tekanan onkotik
intravaskuler yang mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk kedalam rongga
pleura.
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru, sabagian akan bergantung pada
kekakuan relatif paru dan dinding dada. Pada volume paru dalam batas pernapasan
normal, dinding dada cenderung rekoil ke luar sementara paru – paru cenderung
untuk rekoil ke dalam (Irman Somantri, 2009).
F. PATHWAY
E. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan
Fisik
a. Inspeksi : Bentuk hemitoraks yang sakit mencembung, kosta mendatar, ruang interkosta melebar, pergerakan
pernapasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemitoraks kontralateral
yang diketahui dari posisi trakea dan iktus kordis. RR meningkat dan pasien
dispneu.
b. Palpasi : Vokal Premitus menurun terutama pada efusi pleura yang
jumlah cairannya > 250 cc Pada palpasi ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
c. Perkusi : Suara perkusi redup sampai pekak bergantung pada
jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka pada pemeriksaan ekskursi diafragma
akan
d. Auskultasi suara napas menurun sampai menghilang.
2. Pemeriksaan Penunjang
Adapun
beberapa pemeriksaan yang menunjang adanya efusi Plaura adalah :
a. Foto Rontgen
Foto
thorax dapat mengetahui adanya cairan dalam cavum plaura walaupun cairan masih sedikit
pada efusi plaura ringan.
b. Ultra Sonografi
Untuk
mengetahui lokasi cairan untuk tujuan fungsi
c. Torakosintesis
Suatu tindakan pengambilan cairan plaura untuk membedakan cairan tersebut transudat,
eksudat, atau pus.
d. Blood gas Analysis.
Variabel tergantung dari derajat fungsi paru
dipengaruhi oleh gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi P4CO2 kadang
meningkat, P4CO2 mungkin normal atau menurun. Saturasi
O2 biasanya menurun (Tucker, 1998 :
265).
F. KOMPLIKASI
Jika efusi pleura mengandung
nanah, keadaan ini di sebut empiema.
Empiema disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur
yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru atau
perforasi karsioma ke dalam rongga pleura. Empiema yang tak ditangani dengan drainase yang baik dapat membahayakan
rangka toraks. Eksudat akibat peradangan akan mengalami
organisasi, dan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parientalis
danviseralis. Keadaan ini dikenal dengan nama fibrotoraks (Suzanne C. & Brenda G., 2002).
G. PENATALAKSANAAN
MEDIS
-
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab
dasar, untuk mencegah penumpukankembali cairan dan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab
dasar ( gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis)
- Torasintesis
dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan
analisis dan untuk menghilangkan dispneu.
Jarum ditusukkan ke rongga interkostal sekitar permukaan atas dari iga bawah.
Cairan yang dialirkan tidak lebih dari 100 ml atau kurang jika pasien
menunjukkan tanda-tanda respiratori disstres.
-
Bila penyebab dasar malignasi, efusi dapat terjadi
kembali dalam beberapa hari atau minggu, torasintesis berulang mengakibatkkan
nyeri, pinipisan protein dan elektrolit dan kadang pnemothoraks. Dalam keadaan
ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang
dihubungkan dengan system drainase water seal atau pengisapan untuk
mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan pleura.
-
Agen yang secara kimiawi mengiritasi seperti
tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura dan mencegah akumulasi cairan lebih
lanjut.
-
Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan
termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi dan terapi diuretic.
WSD (
Water seal drainase)
Yaitu
suatu unit yang bekerja negatif sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan
cairan melalui selang dada. Tujuan pemasangan :
-
Untuk mengeluarkan udara , cairan, atau darahdari
rongga pleura.
-
Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga
pleura
-
Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap
sebagian
Tempat
pemasangan
a. Apical
(letak selang pada interkosta III mid klavikula, dimasukkan secara antero
lateral, fungsinya untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura)
b. Basal (
letak selang pada interkosta V _ VI atau interkosta VIII – Ixmid axiler
fungsinya untukmengeluarkan cairan daro rongga pleura)
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diagnosa
keperawatan I
Resiko
tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan
sekresi yang statis
Tujuan : diagnosis tuberkulosis
paru +
Kriteria hasil : Klien dapat :
ü |Mengidentifikasi cara pencegahan
dan penurunan resiko penyebaran infeksi
ü
Mendemonstrasikan
teknik/gaya hidup yang berubah untuk meningkatkan lingkungan yang aman terhadap
penyebaran infeksi.
Rencana tindakan :
1.
Jelaskan
tentang patologi penyakit secara sederhana dan potensial penyebaran infeksi
melalui droplet air borne.
Rasional :
Membantu klien menyadari/menerima prosedur pengobatan dan perawatan untuk
mencegah penularan pada orang lain dan mencegah komplikasi
2.
Ajarkan
klien untuk batuk dan mengeluarkan sputum dengan menggunakan tissue. Ajarkan membuang tissue yang sudah dipakai
serta mencuci tangan dengan baik Rasional : mambiasakan perilaku yang
penting buntuk mencegah penularan infeksi.
3.
Monitor
suhu sesuai indikasi
Rasional : reaksi febris merupakan
indicator nerlanjutnya infeksi.
4.
Observasi
perkembangan klien setiap hari dan kultur sputum selama terapi Rasional : membantu memonitor efektif tidaknya pengobatan dan
respon klien
5.
Kolaboradi
pemberian INH, etambutol, rifampicin
Rasional : INH merupakan drug
of choice untuk klien beresiko terhadap perkembangan tb dan dikombinasikan
dengan primary drugs lain khususnya pada penyakit tahap lanjut.
- Diagnosa keperawatan II
Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan akumulasi
secret di halan nafas Tujuan
: 1. Suara nafas abnormal, ritme, kedalaman nafas
abnormal.
2. Perubahan respiratory rate, dyspnea, stridor. Kreteria
hasil :
1. Klien akan dapat mempertahankan jalan nafas yang paten 2.Memperlihatkan
prilaku mempertahankan nersihan jalan nafas.
Rencana
tindakan ;
a.
Kaji
fungsi paru, adanya bunyi napoas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan
otot-otot aksesori Rasional
: Penurunan bunyi napas mungkin menandakan atelektasis, ronchi, wheezing
menunjukkan adanya akumulasi sekret, dan ketidakmampuan untuk membersihkan
jalan napas menyebabkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan usaha
bernapas.
b.
Atur
posisi semi fowler
Rasional
: Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Ventilasi
maksimal dapat membuka area atelektasis, mempermudah pengaliran sekret keluar
c.
Pertahankan
intake cairan 2500ml / hari
Rasional
: intake cairan mengurangi penimbunan secret, memudahkan pembersihan.
d.
Kolaborasi
-
Pemberian
oksigen lembab
Rasional
: mencegah mukosa membrane kering, mengurangi secret
-
Mucolitic
agent
Rasional
: menurunkan secret pulmonal dan memfasilitasi bersihan
-
Bronchodilator
Rasional
: memperbesar ukuran lumen pada percabangan tracheobronceal dan menurunkan pada
traceobronceal dan mempertahankan pertahanan aliran.
-
Kortikosteroid
Rasional
: mengatasi respon inflamasi sehingga
tidak terjadi hypoxemia
3.Diagnosa keperawatan III
pertukaran gas berhubungan dengan
penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membrane akveolar kapiler.
Tujuan
:
a.
perubahan ekspansi dada
b.
Perubahab
RR, dyspnea, nyeri dada
Penurunan
fremitus vocal, bunyi nafas, bunyi nafas menurun
Kreteria hasil ; klien akan
a.
Melaporkan
berkurangnya dyspnea
b.
Memperlihatkan
peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Rencana
tindakan :
a.
Kaji
adanya dyspnea, penuruna suara nafas, bunyi nafas tambahan, peningkatan usaha
untuk bernafas, ekspansi dada yang terbatas , kelelahan
Rasional
: Tuberkulosis pulmonal dapat menyebabkan efek yang luas, termasuk penimbunan
cairan di pleura sehingga menghasilkan gejala distress pernafasan.
b.
Evaluasi
perubahan kesadaran . Perhatikan adanya cyanosis , dan perubahan warna kulit,
membran mukosa
Rasional : Akumulasi sekret yang
berlebihan dapat mengganggu oksigenasi organ dan jaringan vital
c.
Dorong/ajarkan
bernapas melalui mulut saat ekshalasi
Respon
: Menciptakan usaha untuk melawan outflow udara, mencegah kolaps karena jalan
napas yang sempit, membantu doistribusi udara dan menurunkan napas yang pendek
d.
Tingkatkan
bedrest / pengurangi aktifitas
Respon : Mengurangi konsumsi
oksigen selama periode bernapas dan menurunkan gejala sesak napas
4
Diagnose
keperawatan IV
Ketidakefektifan
pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam
rongga pleura.
Tujuan :Pasien mampu
mempertahankan fungsi paru secara normal . Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan
kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak
ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan :
a.
Identifikasi
faktor penyebab.
Rasional
: Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi
pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b.
Kaji
kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang
terjadi.
Rasional : Dengan
mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c.
Baringkan
pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur
ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional : Penurunan
diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
d.
Observasi
tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional :
Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
e.
Lakukan
auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi
dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
f.
Bantu
dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau
nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih
efektif.
g.
Kolaborasi
dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto
thorax.
Rasional : Pemberian
oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis
akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya
cairan dan kembalinya daya kembang paru.
- Diagnosa Keperawatan V
Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan peningkatan metabolisme
tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas. Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi .
Kriteria hasil
: Konsumsi lebih 40 % jumlah
makanan, berat badan normal dan hasi laboratorium dalam batas normal.
Rencana tindakan :
a.
Beri motivasi tentang pentingnya
nutrisi.
Rasional
: Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya kebiasaannya,
agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
b. Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising
usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi
pencernaan.
c. Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional : Bau mulut
yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
d. Sajikan makanan semenarik
mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat
meningkatkan nafsu makan.
e. Beri makanan dalam porsi kecil
tapi sering.
Rasional : Makanan
dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek.
f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam
pemberian di’it TKTP
Rasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan
metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
g. Kolaborasi
dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium
alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya.
Rasional :
Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak
dalam tubuh.
.
- Diagnosa Keperawatan VI
Gangguan pola tidur
dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri pleuritik.
Tujuan : Tidak
terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria
hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien
dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan, pasien dapat tertidur
dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien beristirahat atau tidur dalam
waktu 3-8 jam per hari.
Rencana tindakan :
a.
Beri
posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasonal
: Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar peredaran
O2 dan CO2.
b.
Tentukan
kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum
dirawat.
Rasional
: Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu
proses tidur.
c.
Anjurkan
pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional : Relaksasi
dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
d.
Observasi
gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional
: Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien.
7.
Diagnosa
Keperawatan VII
Ketidakmampuan
melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik
yang lemah).
Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal
mungkin.
Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien
kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup.
Rencana tindakan :
a.
Evaluasi
respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta
adanya perubahan tanda-tanda vital.
Raasional :
Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
b.
Bantu
Px memenuhi kebutuhannya.
Rasional
: Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
c.
Awasi
Px saat melakukan aktivitas.
Rasional
: Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.
d.
Libatkan
keluarga dalam perawatan pasien.
Rasional
: Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
e.
Jelaskan
pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional
: Istirahat perlu untuk menurunkan
kebutuhan metabolisme.
f.
Motivasi
dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
Rasional
: Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada
kondisi normal.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda
Juall (2000), Diagnosa Keperawatan edisi 8, EGC , Jakarta
Carpenito, Lynda
Juall (1995), Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta
Doengoes, Marilyn
(1989), Nursing Care Plans Second Edition, FA Davis Company,
Philadelphia
Long,
Barbara C (1989), Perawatan Medikal Bedah, Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjadjaran, Bandung