LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE HEMORAGIK
1.1 Konsep Dasar
1.1.1 Pengertian Stroke Hemoragik
Definisi
stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular Disease
(1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik)
atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala
dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu (WHO,
1989).
Menurut Batticaca (2008; 56), Stroke adalah
suatu keadaan yang timbul karena terjadi
gangguan perdarahan di otak yang menyebabkan terjadinya kematian
jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian.
Stroke
secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan
berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak (Hudak
dan Gallo, 1997) .
Stroke hemoragik adalah stroke
yang disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah pada otak. Stroke hemoragik
terjadi bila pembuluh darah di dalam otak pecah. Otak sangat sensitif terhadap
perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat. Pendarahan di dalam
otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan pembengkakan,
mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma. Pendarahan juga
meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang tengkorak.
Menurut Muttaqin (2008; 129), ada beberapa
faktor risiko stroke hemoragik, yaitu.
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang
menekan dinding arteri sampai pecah.
Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral
berasal dari jantung.
Peningkatan hemotokrik meningkatkan risiko
infark serebral.
Kontasepsi oral (khususnya dengan hipertensi,
merokok, dan kadar estrogen tinggi).
Konsumsi alkohol.
Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti
payudara, kulit, dan tiroid.
Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding
arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.
Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
Overdosis narkoba, seperti kokain.
Etiologi
Menurut Batticaca (2008; 56), Stroke hemoragik
umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intracranial dengan gejala
peningkatan tekana darah systole > 200 mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg
pada normotonik, bradikardia, wajah keunguan, sianosis, dan pernafasan
mengorok.
Penyebab stroke hemoragik, yaitu :
Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
Pecahnya pembuluh darah di otak karena
kerapuhan pembuluh darah otak.
Adanya sumbatan bekuan darah di otak.
Manifestasi Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan
jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
Kesulitan menelan.
Kesulitan menulis atau membaca.
Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk,
batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
Kehilangan koordinasi.
Kehilangan keseimbangan.
Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
Mual atau muntah.
Kejang.
Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan.
Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan
sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut. Dapat
juga karena keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti
aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi
peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya
syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atau
infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak. (Sylvia
A. Price dan Wilson, 2006)
Komplikasi
Menurut Batticaca (2008; 60)
Gangguan otak yang berat.
Kematian bila tidak dapat mengontrol respons
pernafasan atau kardiovaskular.
Pemeriksaan
Penunjang
Menurut Batticaca (2008; 60), Pemeriksaan
penunjang diagnostik yang dapat dilakukan adalah :
Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine
rutin, cairan serebrospinal, analisa gas darah, biokimia darah, elektolit.
CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan
luasnya perdarahan dan juga untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma,
iskemia, dan adanya infark.
Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi
penyakit arteriovena ( masalah sistem arteri karotis ) .
Angiografi serebral membantu menentukan penyebab
stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
MRI ( magnetic resonance imaging ) : menunjukan
daerah yang mengalami infark, hemoragik ).
EEG ( elektroensefalogram ) : memperlihatkan
daerah lesi yang spesifik.
Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan
kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas;
klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosit serebral ; klasifikasi
parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.
Penatalaksanaan
Medis
( Sylvia dan Lorraine, 2006 ). Penatalaksanaan
penderita dengan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat,
posisi miring apabila muntah dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika
hemodinamika stabil.
Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat,
bila perlu diberikan oksigen sesuai
kebutuhan.
Tanda – tanda vital diusahakan stabil.
Bed rest.
Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu
kateterisasi.
Pemberian cairan intravena berupa kristaloid
atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonok.
Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau
cairan suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK.
Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi
menelan baik. apabila kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya
dipasang NGT.
Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan
pemberian obat neuroprotektor, antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic,
antihipertensi, dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status,
suku, agama, alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal
pengkajian diambil.
Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi
latergi, tidak responsif, dan koma.
Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat – obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat
adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien,
seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi
terdahulu.
Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi
beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan
klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecemasan, rasa cemas, rasa tidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi
dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir
dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan kepercayaan, klien
biasanya jarang melakukan ibadah spritual karena tingkah laku yang tidak stabil
dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara :
kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/
afaksia. Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk,
peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas
mentis, peningkatan inspeksi pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan
bunyi napas tambahan.
B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan
renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan
darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan
darah >200 mmHg.
B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit
neurologis, tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3
(Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami
inkontinesia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten
dengan teknik steril. Inkontinesia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan,
nafsu makan menurun, mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus. Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain
itu, perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi,
serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien
stroke biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi
intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII
dan XII central.
Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan
pada salah satu sisi tubuh.
Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologi akan muncul
kembali di dahului dengan refleks patologis.
Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
Merupakan
pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun potensial.
Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mengsintesa data
klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan,
atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.
Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot
facial atau oral.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan.
Kurangnya
perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
Gangguan persepsi sensori : perabaan yang
berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori.
Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan
jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan,
imobilisasi.
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan
dengan tirah baring lama.
Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang
berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan
dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat.
Perencanaan
Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan
cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat peningkatan
tekanan intracranial.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 2x 24 jam, diharapkan Perfusi jaringan otak dapat tercapai
secara optimal.
Kriteria hasil :
Klien
tidak gelisah
Tidak
ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
GCS
456
Pupil
isokor, reflek cahaya (+)
Tanda-tanda
vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, Pernafasan 16-20
kali permenit).
Intervensi :
Berikan
penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan
akibatnya
Rasional : Keluarga lebih
berpartisipasi dalam proses penyembuhan
Anjurkan
kepada klien untuk bed rest total
Rasional : Untuk mencegah perdarahan
ulang
Observasi
dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap 2 Jam.
Rasional : Mengetahui setiap perubahan
yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
Berikan
posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
Rasional : Mengurangi tekanan arteri
dengan meningkatkan drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
Anjurkan
klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional : Batuk dan mengejan dapat
meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
Ciptakan
lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
Rasional : Rangsangan aktivitas yang
meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan
mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik / perdarahan lainnya.
Kolaborasi
dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional : Memperbaiki sel yang masih
viabel.
Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau oral.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan kerusakan komunikasi verbal klien dapat
teratasi.
Kriteria hasil :
Menerima
pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi tertulis, bahasa
isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).
Memperlihatkan
suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.
Meningkatkan
kemampuan untuk mengerti.
Mengatakan
penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.
Mampu
berbicara yang koheren.
Mampu
menyusun kata – kata/ kalimat.
Intervensi :
Kaji
tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau
mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah
dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa
atau seluruh tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai kesulitan
memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata dengan benar; atau mengalami
kerusakan pada kedua daerah tersebut.
Bedakan
antara afasia dengan disartria.
Rasional : Intervensi yang dipilih
tergantung pada tipe kerusakannya. Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan
menginterpretasikan simbol-simbol bahasa dan mungkin melibatkan komponen
sensorik dan/atau motorik, seperti ketidakmampuan untuk memahami tulisan/ucapan
atau menulis kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang dengan disartria dapat
memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi mengalami kesulitan
membentuk/mengucapkan kata sehubungan dengan kelemahan dan paralisis dari
otot-otot daerah oral.
Perhatikan
kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan
kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa
komunikasi yang diucapkannya tidak nyata. Umpan balik membantu pasien
merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti/berespon sesuai dan
memberikan kesempatan untuk mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung dalam
ucapannya.
Mintalah
pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka mata,” “tunjuk ke
pintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana. Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
(afasia sensorik).
Tunjukkan
objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian
terhadap adanya kerusakan motorik (afasia motorik), seperti pasien mungkin
mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya.
Mintalah
pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau “Pus”
Rasional : Mengidentifikasikan adanya
disartria sesuai komponen motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol
napas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai
afasia motorik.
Minta
pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat
menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek
Rasional : Menilai kemampuan menulis
(agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan
bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik.
Tempatkan
tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan pasien tentang adanya
gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu.
Rasional : Menghilangkan ansietas
pasien sehubungan dengan ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan
takut bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera. Penggunaan bel
yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan bermanfaat ketika pasien tidak dapat
menggunakan system bel regular.
Berikan
metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar. Berikan
petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).
Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan
keadaan/deficit yang mendasarinya.
Katakan
secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang. Gunakan
pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak,” selanjutnya kembangkan pada
pertanyaan yang lebih kompleks sesuai dengan respons pasien.
Rasional : Menurunkan
kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan berespons pada informasi yang
lebih banyak pada satu waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk
lebih mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks akan menstimulasi
memori dan dapat meningkatkan asosiasi ide/kata.
Hargai
kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari “pembicaraan yang
merendahkan” pada pasien atau membuat hal-hal yang menentang kebanggaan pasien.
Rasional : Kemampuan pasien untuk
merasakan harga diri, sebab kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik.
Kolaborasi
: Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan neuromuscular.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan
keperawatan 2x 24 jam diharapkan mobilisasi klien mengalami peningkatan.
Kriteria
hasil:
mempertahankan
posisi optimal,
mempertahankan/meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terserang hemiparesis dan hemiplagia.
mempertahankan
perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.
Intervensi :
Kaji
kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang
teratur.
Rasional : Mengidentifikasi
kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu
dalam pemilihan terhadap intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan untuk
paralisis spastik dengan flaksid.
Ubah
posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan jika
memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang
terganggu.
Rasional : Menurunkan risiko
terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah yang terkena mengalami
perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasii dan lebih besar
menimbulkan kerusakan pada kulit/ dekubitus.
Letakkan
pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien dapat
mentoleransinya.
Rasional : Membantu mempertahankan
ekstensi pinggul fungsional;tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas
terutama mengenai kemampuan pasien untuk bernapas.
Mulailah
melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat
masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan quadrisep/gluteal, meremas
bola karet, melebarkan jari-jari kaki/telapak.
Rasional : Meminimalkan atrofi otot,
meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko
terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah
perdarahan. Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi pencetus adanya
perdarahan berulang.
Sokong
ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) seelama
periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.
Rasional : Mencegah
kontraktur/footdrop dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi kembali.
Paralisis flaksid dapat mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain
pihak paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi.
Tempatkan
bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
Rasional : Mencegah adduksi bahu dan
fleksi siku.
Tempatkan
”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari dan ibu jari saling
berhadapan.
Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi
fleksi jari-jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal
(posisi anatomis).
Posisikan
lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Rasional : Mempertahankan posisi
fungsional.
Bantu
untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian kepala
tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan pasien
menggunakan kekuatan tangan untuk menyokong berta badan dan kaki yang kuat
untuk memindahkan kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan
dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian belakang bawah
pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar lutut pasien;bantu
menggunakan alat pegangan paralel dan walker).
Rasional : Membantu dalam melatih
kembali jaras saraf, meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.
Anjurkan
pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas
yang tidak sakit untuk menyokong/ menggerakkan daerah tubuh yang mengalami
kelemahan.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk
menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang terganggu.
11) Kolaborasi
Konsultasikan
dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif, dan ambualsi pasien.
Bantulah
dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi.
Berikan
obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti baklofen dan
trolen(Doenges, 1999).
Resiko gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
• Berat
badan dapat dipertahankan/ ditingkatkan
• Hb
dan albumin dalam batas normal
Intervensi
Tentukan
kemampuan klien dengan mengunyah, menelan dan refleks batuk.
Rasional
: untuk menetapkan jenis makanan yang akan di berikan kepada klien
2) Letakkan posisi kepala lebih tinggi
pada waktu, selama dan sesudah makan.
Rasional : untuk klien lebih mudah
untuk menelan karena gaya gravitasi.
3) Letakkan makanan didaerah mulut yang
tidak terganggu.
Rasional
: membantu dalam melatih sensorik dan meninggkatkan kontrol muskuler.
4) Berikan makanan dengan berlahan pada
lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme
makanan tanpa adanya distrakrasi / gangguan dari luar
5) Mulailah untuk memberi makan peroral
setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air.
Rasional : makan lunak/ cairan kental mudah untuk
mengendalikannya di dalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi.
6) Anjurkan klien menggunakan sedotan
meminum cairan.
Rasional
: menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya
tersedak.
7) Koloborasi dengan tim dokter untuk
memberikan cairan melalui iv atau makanan melalui selang.
Rasional : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan
pengganti dan juga makanan apabila klien tidak mampu untuk memasukkan segala
sesuatu melalui mulut.
Kurangnya perawatan diri
berhubungan dengan hemiparese / hemiplegi.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria
hasil :
Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri
sesuai dengan kemampuan klien
Klien dapat mengidentifikasi sumber
pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi
:
Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam
melakukan perawatan diri.
Rasional
: Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual.
Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan
aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh.
Rasional
: Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha
terus-menerus.
Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat
dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional
: Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung
dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah
penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk
mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
Berikan umpan balik yang positif untuk setiap
usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya.
Rasional
: Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta
mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
Rasional
: Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana
terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.
Gangguan
persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria hasil :
Klien dapat
mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
Klien mengakui perubahan
dalam kemampuan untuk meraba dan merasa.
Klien dapat menunjukkan
perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori
Intervensi
:
Tentukan kondisi patologis klien.
Rasional
: Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan,
sebagai penetapan rencana tindakan.
Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan
panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian.
Rasional
: Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik
berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang
mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.
Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan,
seperti memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien
menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
Rasional
: Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan
persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian
dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji
adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk
melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal.
Rasional
: Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya
trauma.
Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan
tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah
klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik
pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis
tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
Rasional
: Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan
mengintegrasikan sisi yang sakit.
Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang
berlebihan.
Rasional
: Menurunkan ansietas dan respon emosi yang
berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebih.
Lakukan validasi terhadap persepsi klien.
Rasional
: Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan
dari persepsi dan integrasi stimulus.
Resiko
terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Jalan
nafas tetap efektif.
Kriteria
hasil :
Klien tidak sesak nafas
Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara
nafas tambahan
Tidak retraksi otot bantu pernafasan
Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
Intervensi
:
Berikan
penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan
jalan nafas.
Rasional
: Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah
terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Rubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional
: Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran
pernafasan.
Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
Rasional
: Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional
: Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
Auskultasi suara nafas.
Rasional
: Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan
umum klien
Rasional
: Agar dapat melepaskan sekret dan
mengembangkan paru-paru.
Resiko
gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien
mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria
hasil :
Klien mau berpartisipasi
terhadap pencegahan luka
Klien mengetahui
penyebab dan cara pencegahan luka
Tidak ada tanda-tanda
kemerahan atau luka
Intervensi
:
Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of
motion) dan mobilisasi jika mungkin.
Rasional
: Meningkatkan aliran darah kesemua daerah.
Ubah posisi tiap 2 jam
Rasional
: Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di
bawah daerah-daerah yang menonjol.
Rasional
: Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang
baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi.
Rasional
: Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan
palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah
posisi.
Rasional : Hangat dan pelunakan
adalah tanda kerusakan jaringan.
Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin
hindari trauma, panas terhadap kulit.
Rasional
: Mempertahankan
keutuhan kulit.
Gangguan
eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi,
disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien
mampu mengontrol eliminasi urinnya.
Kriteria
hasil :
Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya
inkontinensia
Tidak ada distensi bladder
Intervensi
:
Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal
berkemih sering.
Rasional
: Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi
kandung kemih yang berlebih.
Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama
malam hari.
Rasional
: Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah
enuresis.
Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks
berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan
anal).
Rasional
: Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu
antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan.
Rasional
: Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung
volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih.
Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi
optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)
Rasional
: Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran
perkemihan dan batu ginjal.
Gangguan
eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang
tidak adekuat.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien
tidak mengalami kopnstipasi.
Kriteria
hasil :
Klien
dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat.
Konsistensi
feses lunak.
Tidak
teraba masa pada kolon ( scibala )
Bising
usus normal ( 7-12 kali per menit )
Intervensi
:
Berikan penjelasan pada klien dan keluarga
tentang penyebab konstipasi.
Rasional
: Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
Auskultasi bising usus.
Rasional
: Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik
Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang
mengandung serat.
Rasional
: Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik
dan eliminasi reguler.
Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari)
jika tidak ada kontraindikasi.
Rasional
: Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi
feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler.
Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
Rasional
: Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan
memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian
pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema).
Rasional
: Pelunak
feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses
dan membantu eliminasi.
Implementasi
Implementasi adalah
suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan, selama fase implementasi ini
merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan. Rangkaian rencana yang
telah disusun harus diwujudkan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang bertugas merawat klien tersebut
atau perawat lain dengan cara didelegasikan pada saat pelaksanaan kegiatan maka
perawat harus menyesuaikan rencana yang telah dibuat sesuai dengan kondisi
klien maka validasi kembali tentang keadaan klien perlu dilakukan sebelumnya.
(Basford. 2006, Hal 22)
Gangguan perfusi jaringan
cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat peningkatan
tekanan intracranial.
Memberikan
penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan
akibatnya
Menganjurkan
kepada klien untuk bed rest total.
Mengobservasi
dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap 2 Jam.
Memberikan
posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis).
Menganjurkan
klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Menciptakan
lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Berkolaborasi
dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau oral.
Mengkaji
tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau
mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Membedakan
antara afasia dengan disartria.
Memperhatikan
kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Meminta
pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka mata,” “tunjuk ke
pintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana.
menunjukan
objek dan meminta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.
Meminta
pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau “Pus”
Meminta
pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat
menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek.
Menempatkan
tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan pasien tentang adanya
gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu.
Memberikan
metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar. Berikan
petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).
Mengatakan
secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang. Menggunakan
pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak,” selanjutnya Mengembangkan pada
pertanyaan yang lebih kompleks sesuai dengan respons pasien.
Menghargai
kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari “pembicaraan yang
merendahkan” pada pasien atau membuat hal-hal yang menentang kebanggaan pasien.
Berkolaborasi
: Mengkonsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan neuromuscular.
mengkaji
kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang
teratur.
Mengubah
posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan jika
memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang
terganggu.
Meletakkan
pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien dapat
mentoleransinya.
Melakukan
latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan
melakukan latihan sepeti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet,
melebarkan jari-jari kaki/telapak.
Menyokong
ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) seelama
periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.
Menempatkan
bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
Menempatkan
”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari dan ibu jari saling
berhadapan.
Memposisikan
lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Membantu
untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian kepala
tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan pasien
menggunakan kekuatan tangan untuk menyokong berta badan dan kaki yang kuat
untuk memindahkan kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan
dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian belakang bawah
pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar lutut pasien;bantu
menggunakan alat pegangan paralel dan walker).
Menganjurkan
pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas
yang tidak sakit untuk menyokong/ menggerakkan daerah tubuh yang mengalami
kelemahan.
Berkolaborasi
Mengkonsultasikan
dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif, dan ambualsi pasien.
Membantu
dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi.
Memberikan
obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti baklofen dan
trolen(Doenges, 1999).
Resiko gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan.
Menentukan
kemampuan klien dengan mengunyah, menelan dan refleks batuk.
Meleetakkan
posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan.
Meletakkan
makanan didaerah mulut yang tidak terganggu.
Memberikan
makanan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
Memulai
memberi makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan
air.
Menganjurkan
klien menggunakan sedotan meminum cairan.
Berkoloborasi
dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui iv atau makanan melalui
selang.
Kurangnya perawatan diri
berhubungan dengan hemiparese / hemiplegi.
Menentukan kemampuan dan tingkat kekurangan
dalam melakukan perawatan diri.
Memberikan motivasi kepada klien untuk tetap
melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh.
Menghindari melakukan sesuatu untuk klien yang
dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Memberikan umpan balik yang positif untuk setiap
usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
Gangguan
persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf
sensori.
menentukan kondisi patologis klien
Mengkaji kesadaran sensori, seperti membedakan
panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
Memberikan stimulasi terhadap rasa sentuhan,
seperti memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien
menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
Melindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji
adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk
melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal
Menganjurkan klien untuk mengamati kaki dan
tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah
klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik
pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis
tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
Menghilangkan kebisingan/stimulasi eksternal
yang berlebihan.
Melakukan validasi terhadap persepsi klien.
Resiko
terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
Memberikan penjelasan kepada klien dan keluarga
tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas.
Mengubah posisi tiap 2 jam sekali.
Memberikan intake yang adekuat (2000 cc per
hari)
Mengobservasi pola dan frekuensi nafas.
Mengauskultasi suara nafas.
Melakukan fisioterapi nafas sesuai dengan
keadaan umum klien
Resiko
gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
Menganjurkan untuk melakukan latihan ROM (range
of motion) dan mobilisasi jika mungkin.
Mengubah posisi tiap 2 jam.
Menggunakan bantal air atau pengganjal yang
lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol.
Melakukan masase pada daerah yang menonjol yang
baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi.
Mengobservasi terhadap eritema dan kepucatan dan
palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah
posisi.
Menjaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin
hindari trauma, panas terhadap kulit.
Gangguan
eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi,
disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
Mengidentifikasi pola berkemih dan kembangkan
jadwal berkemih sering.
Mengajarkan untuk membatasi masukan cairan
selama malam hari.
Mengajarkan teknik untuk mencetuskan refleks
berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan
anal).
Bila masih terjadi inkontinensia, Mengurangi
waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan.
Memberikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi
optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi).
Gangguan
eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang
tidak adekuat.
Memberikan penjelasan pada klien dan keluarga
tentang penyebab konstipasi.
Mengauskultasi bising usus.
Menganjurkan pada klien untuk makan makanan yang
mengandung serat.
Memberikan intake cairan yang cukup (2 liter
perhari) jika tidak ada kontraindikasi.
Melakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
Mengkolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian
pelunak feses (laxatif, suppositoria).
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap
akhir dari proses perawatan untuk mengukur keberhasilan dari rencana perawatan
dalam memenuhi kebutuhan klien Bila masalah tidak dipecahkan atau timbul
masalah baru, maka perawat harus berusaha untuk mengurangi atau mengatasi beban
masalah dengan meninjau kembali rencana perawatan dengan menyesuaikan kembali
terhadap keadaan masalah yang ada. (Basford. 2006, Hal : 24).
Hasil Evaluasi yang
mungkin didapat adalah :
Perfusi
jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kerusakan
komunikasi verbal klien dapat teratasi.
Mobilisasi
klien mengalami peningkatan.
Tidak
terjadi gangguan nutrisi.
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
Jalan
nafas tetap efektif.
Integritas kulit baik.
Eliminasi urin dapat
terkontrol.
Konstipasi tidak
terjadi.